Pemanasan Global, Perubahan Iklim dan Kerusakan Lingkungan
KRISIS
lingkungan yang terjadi saat ini baik dalam skala nasional maupun global, sudah
sampai pada tahap yang serius dan mengancam eksitensi planet bumi di mana
manusia, hewan dan tumbuhan bertempat tinggal dan melanjutkan kehidupannya.
Manusia modern dewasa ini sedang melakukan perusakan secara perlahan, akan
tetapi nyata terhadap sistem lingkungan yang menopang kehidupannya.
Salah
satu indikator kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh degradasi lahan cukup
nyata di depan mata dan sudah sangat sering kita alami, seperti banjir tahunan
yang semakin besar dan meluas, erosi dan sedimentasi sungai dan danau, tanah
longsor, kelangkaan air (kuantitas dan kualitas) yang berakibat terjadinya kasus
kelaparan di beberapa wilayah negara. Polusi air dan udara, pemanasan global,
perubahan iklim, kerusakan biodiversitas, kepunahan spesies tumbuhan dan hewan
serta ledakan hama dan penyakit merupakan gejala lain yang tak kalah seriusnya
yang sedang mengancam kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan di planet bumi ini.
Mewabahnya
penyakit hewan dan manusia yang mematikan akhir akhir ini, seperti demam
berdarah, flu burung dan HIV, jika dicermati sebenarnya juga merupakan akibat
telah terjadinya gangguan keseimbangan dan kerusakan lingkungan fisik maupun
non fisik di permukaan bumi kita.
Berbagai
kasus kerusakan lingkungan yang terjadi baik dalam lingkup global maupun
nasional tersebut sebenarnya berakar dari perilaku manusia yang tidak
bertanggungjawab terhadap lingkungannya. Sebagai contoh dalam lingkup lokal,
penebangan liar dan perusakan ekosistem hutan yang terjadi hampir seluruh pulau
di negara kita, pencemaran lingkungan yang telah akut di Sumatera Utara, serta
kerusakan lingkungan dan pencemaran di Irian Jaya yang sebenarnya merupakan
perbuatan manusia yang tidak bertanggungjawab.
Manusia
merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan di permukaan bumi ini.
Peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat, telah mengakibatkan
terjadinya eksplorasi intensif (berlebihan) terhadap sumber daya alam, terutama
hutan dan bahan tambang yang akibatnya ikut memacu terjadinya kerusakan
lingkungan terutama yang berupa degradasi lahan. Padahal lahan dengan
sumberdayanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan hewan dan tumbuhan termasuk
manusia.
Orientasi
hidup manusia modern yang cenderung materialistik dan hedonistik juga sangat
berpengaruh. Kesalahan cara pandang atau pemahaman manusia tentang sistem
lingkungannya, mempunyai andil yang sangat besar terhadap terjadinya kerusakan
lingkungan yang terjadi dunia saat ini. Cara pandang dikhotomis yang memandang
alam sebagai bagian terpisah dari manusia dan paham antroposentris yang
menganggap bahwa manusia adalah pusat dari sistem alam mempunyai peran besar
terjadinya kerusakan lingkungan (White,1967, Ravetz,1971, Sardar, 1984,
Mansoor, 1993 dan Naess, 1993).
Cara
pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif dan tidak
bertanggung jawab terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungannya. Di
samping itu paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan
sain dan teknologi telah ikut pula mempercepat dan memperburuk kerusakan
lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal, termasuk di negara kita.
Upaya
untuk penyelamatan lingkungan sebenarnya telah banyak dilakukan baik melalui
penyadaran kepada masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders), melalui
pendidikan dan pelatihan, pembuatan peraturan pemerintah, Undang Undang, maupun
melalui penegakan hukum. Penyelamatan melalui pemanfaatan sain dan teknologi
serta program program lain juga telah banyak dilakukan.
Akan
tetapi hasilnya masih belum nyata sebagaimana yang diharapkan, serta belum bisa
mengimbangi laju kerusakan lingkungan yang terjadi. Perusakan lingkungan di
beberapa tempat di muka bumi ini, termasuk di negara kita, masih tetap saja
berlangsung, bahkan lebih cepat lajunya serta lebih intensif seolah upaya upaya
pengendalian dan perbaikan yang telah dilakukan tak ada pengaruhnya sama
sekali.
Akibat
pemanasan global
Pemanasan
global yang merupakan kejadian meningkatnya suhu permukaan bumi, lautan dan
atmosfer sebenarnya merupakan peristiwa alam yang sudah sering terjadi semenjak
awal kejadian bumi kurang lebih 4 miliar tahun yang lalu. Pemanasan global akan
menjadi masalah apabila laju peningkatan suhu bumi melebihi batas ambang
perubahan normal.
Akhir
akhir ini, bumi mengalami pemanasan yang sangat cepat yang oleh para ilmuan
dikatakan sebagai akibat aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan bumi ini,
adalah pembakaran bahan baker fosil terutama batubara, minyak bumi dan gas alam
yang melepas karbondioksida (C02), dan gas gas lainnya yang disebut sebagai gas
rumah kaca ke atmosfer bumi. Gas rumah kaca ini berperan sebagai selimut
(insulator) yang menahan panas yang berasal dari radiasi matahari.
Selama
seratus tahun terakhir, rata rata suhu bumi telah meningkat sebesar 0,6 oC, dan
diperkirakan akan meningkat sebesar 1,4 5,8 oC pada tahun 2050. Kenaikan suhu
bumi ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub, menaikan suhu lautan
sehingga volume dan muka air laut meningkat. Kenaikan volume dan permukaan air
laut ini akan mengakibatkan banjir di wilayah wilayah pantai dan bisa
menenggelamkan beberapa pulau.
Di
beberapa wilayah yang mengalami kenaikan suhu ini akan mengalami perubahan
iklim yang ditandai dengan curah hujan yang lebih tinggi, suhu udara meningkat
dan pergeseran atau perubahan musim. Evaporasi akan semakin tinggi sehingga
kelembaban tanah semakin cepat hilang dan tanah cepat mengering. Kekeringan ini
akan mengakibatkan terjadinya gangguan produksi bahan makanan sehingga terjadi
kekurangan bahan makanan dan kelaparan.
Hewan
hewan akan bermigrasi ke daerah daerah yang suhunya lebih sesuai. Sedangkan
spesies hewan dan tanaman yang tidak mampu berpindah dan menyesuaikan diri akan
musnah. Potensi akibat yang ditimbulkan oleh pemanasan permukaan bumi dan
atmosfer ini sangat besar dan dalam skala luas (global), sehingga penanganannya
tidak bisa dilakukan oleh negara per negara, akan tetapi harus melalui
kerjasama antar negara dan kerjasama internasional.
Beberapa
akibat langsung
Pertama,
pencairan es di kutub.
Kedua,
peningkatan volume dan muka air laut.
Ketiga,
perubahan cuaca dan iklim global.
Keempat,
sistem pertanian dan persediaan bahan makanan.
Kelima,
migrasi hewan dan penurunan jumlah spesies hewan dan tumbuhan.
Keenam,
krisis sumberdaya air yang mempunyai potensi untuk terjadinya konflik antar
sektor dan antar pengguna.
Ketujuh,
gangguan keamanan.
Kedelapan,
kesehatan manusia, dengan munculnya berbagai penyakit hewan dan manusia (demam
berdarah, flu burung, dsb)
Pengendalian
1.Mengurangi
produksi gas karbon dioksida dengan mengurangai pemanfaatan bahan bakar fosil
dan produksi gas gas rumah kaca yang lain. Hal ini sulit dilakukan karena
negera negara industri (terutama AS) tidak bersedia mengurangi produksinya
2.Menekan
atau menghentikan penggundulan hutan
3.Penghutanan
kembali secara besar besaran untuk menciptakan wilayah serapan (sink) gas
karbondioksida
4.Melokalisir
gas karbondioksida atau dengan menangkap dan menyuntikkannnya ke dalam sumur
sumur minyak bumi untuk mendorong minyak bumi ke permukaan. Teknologi sudah
bisa dilakukan mengganti bahan baker fosil dengan bahan bakar alternative yang
renewable dan ramah lingkungan.
Kerjasama
internasional
1.Mendorong
disepakati dan dilaksanakannya kesepakatan dan persetujuan internasional
tentang pengurangan pemanasan global Earth summit Rio de Janairo, Protokol
Kyoto, atau perlu dibentuk instrument perjanjian baru yang disepakati dan
dipatuhi oleh semua negara ?).
2.Menekan
negara negara penghasil gas rumah kaca terbesar (AS, Eropa dan sebagainya)
untuk meratifikasi Protokol Kyoto.
3.Mendorong
PBB untuk aktif melakukan tindakan pencegahan melalui perjanjian dan bagi
negara yang tak mematuhi konvensi dan kesepakatan dunia (seperti sangsi
PBB tentang pemanfaatan energi nuklir?)
Pendekatan
agama
Naess
(1993) salah seorang penganjur ekosentrisme dan deep ecology pernah menyatakan
bahwa krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan
merubah secara fundamental dan radikal cara pandang dan perilaku manusia
terhadap alam lingkungannya. Tindakan praktis dan teknis penyelamatan
lingkungan dengan bantuan sain dan teknologi ternyata bukan merupakan solusi
yang tepat. Yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang bukan
hanya orang perorang, akan tetapi harus menjadi semacam budaya masyarakat
secara luas. Dengan kata lain dibutuhkan perubahan pemahaman baru tentang alam
semesta yang bisa melandasi perilaku manusia.
Agama,
terutama Islam, sebenarnya mempunyai pandangan (konsep) yang sangat jelas
tentang konservasi dan penyelamatan lingkungan. Islam merupakan agama yang
memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan seseorang
terhadap Tuhan. Dengan kata lain, perilaku manusia terhadap alam lingkungannya
merupakan manifestasi dari keimanan seseorang.
Dalam
Islam, memelihara lingkungan sama wajibnya dengan mendirikan sholat, membayar
zakat, berpuasa di bulan Romadhan dan berhaji. Konsep Islam tentang lingkungan
ini ternyata sebagian telah diadopsi dan menjadi prinsip etika lingkungan yang
dikembangkan oleh para ilmuwan lingkungan. Prinsip prinsip pengelolaan dan
etika lingkungan yang terdapat dalam ajaran Islam ternyata telah banyak pula
yang dituangkan dalam beberapa pasal dalam Kesepakatan dan Konvensi dunia yang
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
Akan
tetapi konsep (ajaran) Islam yang sangat jelas ini tampaknya masih belum banyak
dipahami apalagi dijadikan pedoman dalam bersikap dan berperilaku terhadap
lingkungannya oleh sebagian besar umat Islam yang jumlahnya tak kurang dari
sepertiga penduduk dunia. Hal ini ditandai dari kerusakan lingkungan yang
terjadi baik dalam lingkup nasional maupun global, ternyata sebagian besar
terjadi di lingkungan yang mayoritas penduduknya muslim. Atau barangkali dalam
hal ini disebabkan oleh terjadinya kesalahan dalam pemahaman ajaran agama,
serta cara pendekatan yang dipilih oleh para pemeluk Islam di negara kita khususnya
dan juga umat Islam pada umumnya.
Upaya
upaya praktis penyelamatan lingkungan dengan memanfaatkan kemajuan sain dan
teknologi rupanya tidak cukup untuk mengendalikan perusakan lingkungan yang
dilakukan oleh manusia. Permasalahan lingkungan ternyata bukan hanya masalah
teknis ekologi semata, akan tetapi juga menyangkut teologi. Permasalahan
yang menyangkut lingkungan sangat komplek serta multidimensi. Oleh karena itu
nilai nilai agama (ad diin) yang juga bersifat multidimensi bisa digunakan sebagai
landasan berpijak dalam upaya penyelamatan lingkungan.